Sep 30, 2021

Terlepas dari Kelompok (bagian 1)

Dulu gue pernah baca cerita dongeng tentang seekor itik yang terpisah dari keluarganya karena tertekan akan keadaan fisiknya yang berbeda. Yapp Itik Buruk Rupa judul ceritanya. Di situ diceritain si ibu itik punya beberapa telur yang sedang ditunggu untuk kemunculan anak-anaknya. Tapi setelah keluar dari cangkang telur, ada satu anak yang berbeda. Tubuhnya lebih besar dari suadaranya dan warnanya gak kuning, tapi abu. Dengan perbedaan ini si abu mulai jadi pusat perhatian bukan aja dari kawanan itik tapi juga dari hewan-hewan jenis lain. Tidak lain tidak bukan, berarti iya, si abu jadi bahan bullyan warga se RT karena bentuk fisiknya. 

Awalnya si abu fine-fine aja tuh sama bullyan rangorang. Tapi lambat laun panas juga rupanya kupiyang tu budak. Sangking muaknya jadi bahan bullyan warga, si abu pun pergi dan menjauh dari keluarganya. Tujuannya adalah untuk healing dan agar supaya keluarganya terutama emaknya tidak ikut-ikutan dicemooh masyarakat sekitar. Sungguh mulia hati si abu, jadi pengen berak.

Proses self healing pun berlangsung dengan si abu berkenala ke penjuru dunia, mencari makna hidup. Apa sih tujuan gue dilahirin, apa sih gunanya gue hidup di dunia. Pertanyaan-pertanyaan itu yang terus muncul dipikiran si abu. Tak satupun jawaban ditemukan. Konon, si abu pernah pake "Twitter, please do your magic" buat minta bantuan ke animatizen, tapi tak ekor pun meretweet atau pun melike postingannya alias being peanuted.

Pernah sempat beberapa kali si abu bertemu dengan hewan lain. Tapi bukannya membantu si abu mencari arti hidup, hewan-hewan tersebut malah ngebully si abu seperti layaknya warga kampung RT 005 tempat asalnya dulu. Bahkan tak jarang si abu mendapat perlakuan tidak senonoh, ditendang, digiring, diumpan, disundul, dan terjadilah gol. Bukan, bukan seperti itu. Itu hanya hiperbola sepak bola.

Bullyan itu berkembang, dari hanya melalui ucapan sampai ke tindak kekerasan. Hal ini yang membuat self healing si abu tak berprogres. Kalo seandainya self healing adalah sebuah project, maka sekarang kondisi projectnya mangkrak. Pahadal tujuannya pergi dari rumah kan buat self healing, tapi ternyata gak ada hasil instant seperti jentikan jari Thanos. Bahkan mie instant pun yang dikatakan instant itu, butuh proses juga sampai jadi mie.

Seiring berjalannya waktu, pagi sore (warung padang), siang malam (warung padang plesetan) telah dilalui oleh si abu. Tak terasa hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti datang dan dipakailah soptek agar tak tembus (datang bulan) tapi masih saja tak menghasilkan jawaban yang diinginkan. Si abu pun semakin down, dan semakin mengutuk dirinya atas kondisi fisik yang ia miliki.

"Ayah, mengapa aku berbeda?", pahadal si abu gak pernah sekalipun tau siapa ayahnya. Seandainya si abu ketemu Kak Seto mungkin beda cerita, iya cerita bakalan jadi beda. Kak Seto bakalan bingung karena gak ngerti bahasa itik.

Di tengah keterpurukannya, si abu tanpa sengaja bertemu dengan PAPA, singkatan dari Perkumpulan Arisan Para Angsa, yang sedang asiknya mengocok undian yang dapat duit arisan bulan ini di pinggir sungai. Salah seekor angsa yang namanya tidak keluar, menghampiri si abu yang sedang ngelamun.

"Oi tong ngapa lu ngelamun?", tanya angsa yang menghampiri si abu.

"Aqoo lahir dengan keadaan seperti ini. Aqo berbeda jauh dengan sodara-sodara. Badanku besar, warnaku abu-abu. Semua hewan menertawakanku, mengejekku, memukul, menendangku. Kalo sekarang sih lagi ngehitz namaya bully. Aku capek dibully terus. Aku capek dengan semua yang ada di aku. Kenapa Tuhan menciptakanku dengan bentuk seperti ini? Kenapaaaaa?!", jawab si abu sambil nangis menyedot-nyedot ingusnya.

Si angsa lalu merangkul pundak si abu, kayak alay-alay jaman sekarang yang sok kenal gitu. 

"Tong lu udah berapa lama merana seperti ini?", tanya si angsa.

"Sudah berpuluh-puluh pernama kulewati, aku lupa bawa kalender hadiah toko cat, jadi gak tau pastinya berapa tahun", jawab si abu sekenanya.

"Hemmm kayaknya lu gak sadae deh perubahan lu selama waktu itu. Coba deh lu ngaca noh di air sungai. Liat noh bentukan lu sekarang kayak apaan", perintah si angsa sambil ngarahin muka si abu ke air.

Betapa kagetnya si abu ketika melihat sosok yang terpampang di air sungai. Karena terlalu sibuk dan fokus sama kekurangannya, si abu tak sadar akan perubahannya menjadi bentuk dewasa, atau biasanya kita tau dengan akil balik. Ternyata pancaran bayangan dari air itu adalah bentuk indah dari seekor angsa dewasa. Si abu pun menangis sejadi-jadinya. Tangisan kebahagiaan, tangisan itu pula yang melunturkan kesedihannya. 

Si abu yang selama ini mengira dan menyangka bahwa dirinya adalah seekor itik dan mengutuk wujudnya yang berbeda dari yang lainnya, tak lain dan tak bukan, berarti iya, adalah seekor angsa. Apakah ini yang dinamakan telur yang tertukar?

Dari semua kesedihan, dari semua keterpurukan, sedown apa pun kita, kalo kita terus mikirin itu dan cuma fokus ke itu, ya cuma bakal bikin kita makin down makin gak percaya diri, makin nganggap semua yang ada di kita itu selalu kurang dan gak berharga. Coba buat terus berjuang tanpa nyerah dan mulai fokus pada kelebihan akan memperbaiki diri kita ke arah yang lebih baik. Dan satu lagi, jangan dengerin kata-kata orang lain yang ngeremehin dan buat lu jatuh. 

Ingat, "anjing menggongong tanda tak dalam". Mereka cuma berisik karena cuma tau dikit aja, jangan dengerin.

Yaaaahh panjang juga pembukaannya ya. Cerita intinya ada di tulisan berikutnya. Selamat menunggu.



No comments:

Post a Comment