Beberapa menit kemudian, Otong keluar dari kamar mandi
sambil ngupil. Gue pun langsung memasuki ruang sempit yang selalu kita
perebutkan tiep pagi itu. Di dalam ruangan itu gue berpikir, kalo gue mandi ini
pasti bakal ditinggal sama bocah-bocah. Dengan segala pertimbangan, akhirnya
gue mutusin cuma gosok gigi doang.
Gue terpaksa keluar lebih cepat dari yang Otong dan Kodrat
bayangkan, untuk meminimalisir kemungkinan mereka ninggalin gue dan karena di Kodrat
juga udah ngetok-ngetok pintu supaya gue mempercepat aktivitas gue di kamar
mandi. Akhirnya dengan segala keterbatasan keharuman yang gue dapetin dari
aktivitas gue di kamar mandi tadi, gue pun dan dua kawan gue berangkat ke
kampus tercinta.
~~~~~~
Sesampainya kami di depan kelas, tak ada satu pun dari kami
bertiga yang berani masuk ke dalam kelas duluan. Akhirnya dengan segala jenis
undian yang kami lakukan, si Otong lah yang mendapat giliran pertama masuk ke
dalam kelas. Dia memasang muka stay cool nya melewati pintu dan masuk.
Gue dan Kodrat pun mengikutinya dari belakang. Seisi kelas memalingkan tatapan
mereka dari papan dan mengarahkannya pada kami.
“Udah cuek aja, gak usah liat mereka balik. Tetap fokus
target kita, kursi pojok kanan belakang”, ucap si Kodrat.
Jam di dinding kelas sudah menunjukkan pukul 8.45 ketika
kami memasuki kelas itu. Untung saja sang dosen tidak mempermasalahkan ini,
sehingga kami bisa duduk dengan tenang di pojokan.
Tiep pelajaran di kampus
gue lamanya 2,5 jam. Karena kelas ini mulai jam 7.30, jadi kelarnya
bakal jam 10. Selama pelajaran berlangsung, banyak dari temen gue yang gak
merhatiin tu dosen. Alasannya sih beragam, mulai dari gak ngerti dari awal
sampe yang mikir pelajaran ini gak penting buat jurusan gue. Dalam mengisi
kejenuhan itu pun, temen-temen gue melakukan berbagai hal, seperti internetan
memanfaatkan wifi kampus dengan kecepatan seadanya, main domikado, dan bahkan ada
yang langsung cabut dari kelas setelah tanda tangan absen.
Gak terasa jam sudah menunjukkan pukul 9.59, ketika Kodrat
yang kejenuhan otaknya sudah mencapai klimaks berkata, “already 10 o’clock,
Sir”. Seketika itu juga seluruh tatapn tertuju padanya. Dia dengan pede
mengulangi kata-kata itu. Dan satu demi satu temen gue pun ikut-ikutan
mengatakan hal sama seperti Kodrat. Dan dengan kesabaran yang tingkat tinggi,
akhirnya dosen gue membubarkan kelas itu.
“Okeh, because its already 10, so our class is dismiss. And
see you next week”, kata dosennya gue sambil bibirnya bergetar seolah masih
belum ikhlas kalo kelas hari ini udah kelar.
“Yeeee”, tanpa ada aba-aba seluruh isi kelas berteriak
bersamaan.
Akhirnya salah satu penderitaan hari ini telah terlewati.
Gue pun bergegas keluar kelas. Namun sesampainya gue di depan pintu, Kusni
memanggil dan menghampiri gue sambil berlari.
“Lu mau kemana habis ini Dul?” , ucap Kusni ngos-ngosan.
“Gue sih pengen ke perpus soalnya ada yang pengen ketemu gue
disana. Lu mau ikut?”, jawab gue sekenanya.
“Yaudah deh lu duluan aja. Gue masih ada urusan di lab”, dan
tiba-tiba Kusni menghilang begitu saja.
Gue akhirnya berjalan sendiri melewati lorong-lorong panjang
menuju perpustakaan. Disini status gue sebagai jomblo bener-bener berasa.
~~~~~~
Belum juga kaki ini melangkah masuk ke dalam perpustakaan,
ternyata orang yang pengen gue temuin itu udah dari tadi nungguin gue. Dia
melontarkan secarik kertas dan sebilah pulpen ke arah gue. Gue mengerti maksud
dia dan langsung menyambar kertas serta pulpen itu. Pulpen itu pun menari
dengan indahnya digenggaman gue. Iya, gue nanda tangan surat rekomendasi buat
dia ikut seleksi BEM.
Gue salah satu dari lima orang yang dia percaya buat ngisi recommendation form nya. Dia adalah
salah satu anak buah gue di ekskul voli sekaligus junior gue di Teknik, namanya
Petri. Dari awal masuk kuliah dia udah punya keinginan buat ikut BEM. Makanya
dia susah-sudah nyari gue Cuma buat minta gue tanda tangan di recommendation form nya. Setelah
transaksi selesai, dia pun pergi entah kemana meninggalkan gue di tengah
kejombloan ini.
Gue yang gak mau terus-terusan terlarut, akhirnya mutusin
buat melanjutkan langkah gue memasukin ruangan anti-berisik alias perpustakaan.
Disana gue banyak nemuin juniornya gue, dan langkah kaki gue
tertuju pada discussion room. Disana
ada 3 junior gue yang sedang asik kebingungan dalam belajar “Intro to IE”.
Salah satu dari bocah itu menyuruh gue ngajarin mereka, tapi gue sama sekali
belum pernah ngeliat materi yang mereka pelajari sekarang. Karena gue gak bisa
berbuat banyak untuk mereka, gue pun berinisiatif pergi meninggalkan ruangan
itu dan balik ke kos untuk mengistirahatkan badan yang lelah ini.
~~~~~~
Setelah melalui banyak rintangan yang ada, akhirnya gue
nyampe juga di kos sweet kos gue.
Dengan sisa tenaga yang ada gue naik ke lante 2 untuk tidur di kamar gue.
~~~~~~ (3jam kemudian)
Gue terbangun karena alarm gue berbunyi dengan berisiknya
dan itu sudah jam 2. Gue lupa kalo masih ada 1 penderitaan lagi hari, ya kelas
di siang hari. Dengan segera gue kumpulin nyawa dan bergegas berangkat ke
kampus untuk menuntut ilmu dan segera mengakhiri penderitaan hari ini.
~~~~~~
Disaat sore tiba dan kelas berakhir, gue langsung bergegas
balik ke kos. Namun niatan itu akhirnya gue urungkan karena Kusni dengan
ganasnya menyeret gue dari lantai 2 kampus ke tempat rental komputer.
“Buruan, udah gak ada waktu lagi nih. Ayok ke Loywa, tar
malah keburu latian”, ucap Kusni sambil menarik-narik tangan gue layaknya
sepasang homo yang lagi berantem.
Untuk kalian ketahui, Loywa adalah nama rental komputer
sekaligus tempat fotocopy yang sangat terkenal di daerah kampus gue. Hampir
semua kegiatan ngeprint dan fotocopy mahasiswa kampus gue dilakukan disini
karena emang Cuma disini doang yang menyediakan jasa yang semacam ini.
Dan untuk info tambahan, gue adalah ketua dari ekskul voli
serta Kusni adalah anak buah gue yang bergelut di bidang jarkom. Karena gue ketua yang baik, makanya gue nurut aja
diseret-seret sama anak buah gue dan dibawa ke Loywa. Tujuannya tak lain dan
tak bukan hanyalah buat ngetik dan ngeprint daftar hadir yang seharusnya
dilakukan oleh ibu sekretaris.
Beberapa saat setelah komputer dinyalakan, Kusni langsung
membuka program Ms. Excel. Dengan gigih dia berjuang membuat tabel dan segala
macam isinya. Namun apa yang terjadi tidak pernah dibayangkan oleh Kusni. Tabel
yang harusnya gampang untuk dibuat, malah semakin riwet di tangan Kusni.
“Udah Ni, pake Ms. Word aja biar lebih gampang”, gue ngasih
saran ke Kusni.
“Ahh gak usah, pake ini aja. Gue udah biasa kok”, cerocos
Kusni.
Semakin lama jarum jam semakin cepat berputar dan hampir
menunjuk angka 5. Kusni pun semakin panik karena pekerjaan yang semula dia
anggap mudah, malah menjadi semakin runyam.
“Yaudah ni lu aja yang ngerjain, gue mau ke sebelah beli
minum”, Kusni pun mengeles.
“Halah bilang aja emang gak ngerti cara makenya. Udah sono
buruan beli biar cepet balik. Gue gak bawa duit buat bayar ngeprint.” Pungkas
gue.
Dengan sekejap Kusni pun menghilang bersama hembusan angin
yang masuk lewat fentilasi rental komputer itu. Dan selanjutnya gue lah yang
akhirnya memiliki tugas untuk mengerjakan ini semua. Malangnya nasib gue.
Beberapa saat setelah hasil print-an keluar, Kusni muncul
dengan arogannya dan duduk di samping gue.
“Buruan yok, udah gelap nih kayaknya mau hujan”, ajak Kusni
sambil menenggak minuman yang di tangannya.
“Yaudah sono lu bayar deh, biar cepet”, gue gak mau kalah,
gue rebut minuman di tangan Kusni dan mulai menenggaknya.
Setalah pembayaran terjadi, gue dan Kusni segera beranjak
dari Loywa. Namun apa daya, baru sampe pintu hujan sudah turun bersama sahabat
setianya, petir dan kilat.
“Tuh kan apa gue bilang tadi, elu sih lama ngeprintnya. Jadi
kejebak kan kita”, Kusni dengan bibir memble nya nyalahin gue.
“Lah emang lu dari tadi kemana? Kan elu yang harusnya
ngerjain semua ini. Tapi elu malah pergi gitu aja ninggalin gue bersama bapak penjaga rental
tadi. Untung aja kita belum keluar tadi, jadinya kan gak basah”, jawab gue gak
mau disalahin mulu sama Kusni.
~~~~~~
Hujan yang gue dan Kusni tunggu tak kunjung reda. Bahkan
angka di jam hp gue sudah berubah menjadi angka 6. Mau gak mau latihan hari ini
dibatalkan karena cuaca gak mendukung kami. Gue dan Kusni pun akhirnya
memutuskan untuk menunggu sampai hujan reda dan kembali ke asrama tempat
tinggal Kusni.
Ditengah lebatnya hujan dan terpaan angin kencang, gue dan
Kusni berlari merjang semua itu. Kami berlari tanpa henti, yang ada di pikiran
kami hanya bagaimana caranya agar cepat mencapai tempat yang aman dan nyaman,
yaitu asrama Kusni.
Dengan sedikit basah di baju dan celana serta sepatu,
akhirnya kami dapat mencapai tempat itu. Kusni langsung rebahan di kasur kesayangannya.
Gue bingung harus ngapain, gue langsung rebahan juga. Tapi bukan di kasur
Kusni, melainkan di lantai. Gue dan Kusni pun terlelap. Tapi bedanya Kusni
tidur di kasur dan berlimut bedcover, sedangkan gue tidur beralaskan tikar dan
berselimut angin.